Tampilkan postingan dengan label maksiat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label maksiat. Tampilkan semua postingan

Selasa, 28 Mei 2013

Sikap Ekstrem Dalam Bentuk Mengafirkan Umat Islam yang Berbuat Maksiat




Allah Swt berfirman,
“Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) "umat moderat(Qs. Al-Baqarah [2]: 145).
Allah telah memuji umat ini dengan sifat tersebut, yakni umat pertengahan atau moderat. Pertengahan Islam adalah pertengahan antara dua keburukan, antara berlebihan dan ketidakpedulian. Kedua-duanya buruk. Setiap muslim wajib ada dalam pertengahan dalam setiap perbuatan dan ucapannya. Hendaknya ia berjalan di atas petunjuk Nabi Saw dan petunjuk Nabi Saw itu sendiri adalah pertengahan. Beliau telah menunjukkan segala hal yang baik dan memerintahkan kita dengannya dan menunjukkan segala hal yang buruk dan mencegah kita darinya.
Karena kasus pengkafiran kaum muslimin telah menjadi fenomena yang mana sekelompok pemuda telah terjatuh di dalam pengkafiran ini karena bodoh atau menuruti hawa nafsu, maka kita wajib menjelaskan bahaya fenomena ini dan ini merupakan bagian dari fenomena ekstremisme dalam beragama dan sikap yang keras dalam menghukumi manusia tanpa dasar.
Pembahasan di sini berkisar tentang kelompok kecil yang menisbatkan diri kepada pergerakan Islam, padahal pergerakan Islam tidak ada kaitan apa pun dengannya. Mereka berlebih-lebihan dan bersikap keras tanpa dasar yang benar dalam menghukumi manusia. Mereka menganggap orang muslim keluar dari agama Islam dan menghukuminya dengan kafir karena berdasarkan syubhat, hawa nafsu, atau taklid dengan orang yang sesat dan menyesatkan atau sebab-sebab lain.
Sebelum membahas pemikiran-pemikiran mereka yang teracuni dan membantahnya, kami menjelaskan bahaya menghukumi orang Islam dengan kafir, bahaya mudah mengkafirkan manusia dan bahaya orang yang tidak ahli lalu menempati posisi hakim dan mufti sehingga mengkafirkan orang yang dikehendaki dan menganggap Islam orang yang dikehendakinya.
Imam Ghazali mengatakan, “Wasiat saya, hendaknya kamu menjaga lisanmu dari mengkafirkan kaum muslimin selama mereka mengucapkan, ‘Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah,’ tanpa membatalkannya. Sesungguhnya pengkafiran itu berbahaya dan diam tidak ada bahaya.”[1]
Syaikh Yusuf Qardhawi mengatakan, “Sikap ekstrem ini mencapai puncaknya ketika sudah menganggap darah dan harta orang lain halal, tidak melihat mereka mempunyai kehormatan dan perjanjian. Hal ini terjadi ketika seseorang terjerumus dalam gelombang pengkafiran dan menuduh manusia telah murtad dari lslam atau tidak masuk Islam sama sekali, sebagaimana tuduhan sebagian mereka.”


[1] Imam Abu Hamid Al-Ghazali, Faishal At-Tafriqah, 1/14-15, Kairo, 1907 yang dinukil Dr. Muhammad Imarah.

Rabu, 08 Mei 2013

Menutupi Aib Orang Lain




Bab ini menerangkan bahwa mengumumkan pelaku kemaksiatan dapat membuatnya kehilangan kehormatan. Karena itu, seorang penegak amar makruf nahi mungkar tidak boleh  berkoar-koar mengenai seseorang yang telah berbuat maksiat. Alasannya, hal itu dapat membuat semua orang kelak akan mempermalukan si pelaku maksiat sepanjang hidupnya. Justru yang harus dilakukan adalah menutupi keburukan si pelaku maksiat itu agar ia dapat kembali bermasyarakat dan menjadi orang baik.
                 
Sebuah teladan yang sangat baik pernah ditunjukkan Rasulullah Saw. Yaitu ketika ada seorang sahabat Anshar yang mempertontonkan budaknya yang telah berzina kepada banyak orang. Rasulullah Saw segera bertindak untuk mencegah hal itu sehingga sang budak bisa diselamatkan dari aib yang lebih besar. Dalam sebuah Hadis, disebutkan bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda, “Jika salah seorang budakmu berbuat zina maka telitilah dengan saksama. Jika memang terbukti ia telah berzina maka hukumlah ia dengan hukuman hudud, lalu tutupi-tutupilah aibnya itu.” Hadis ini menjelaskan bahwa Rasulullah Saw melarang pemilik budak itu untuk mempermalukan budaknya di depan umum.

Dalam Hadis lain yang diriwayatkan oleh Uqbah bin Amir, Rasulullah Saw bersabda, “Barang siapa melihat aib orang lain lalu ia menutupinya maka ia laksana telah menolong orang lain itu dari kematian akibat sedang dikubur hidup-hidup.” Dalam sebuah Hadis lain, Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Barang siapa menutupi aib saudaranya maka Allah akan menutupi aibnya pada hari Kiamat. Barang siapa membuka aib saudaranya maka Allah akan membuka semua aibnya, bahkan sampai aib yang ia sembunyikan di dalam rumahnya.”

Kedua penulis mengakui bahwa ditutupnya aib pelaku kemungkaran merupakan sebuah hadiah dari Rasulullah Saw. Adapun orang yang mau menutupi aibnya itu maka dijanjikan akan mendapatkan balasan terbaik di dunia dan akhirat, bahkan akan dimasukkan ke dalam surga. Dalam sebuah Hadis Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Barang siapa menutupi aib seorang muslim maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat.” Abu Sa’id Al-Khudri juga pernah meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Jika seorang mukmin mengetahui aib saudaranya lalu ia menutupinya maka Allah pasti akan memasukkannya ke dalam surga.” (hal. 57)

Kedua penulis mengungkapkan bahwa ditutupinya aib pelaku kemungkaran merupakan salah satu faktor penting demi mencegah semakin tersebarnya kemungkaran yang sama. Hal itulah yang menjadi tujuan utama adanya perintah amar makruf nahi mungkar.