“Banyak diantara ahli kitab
menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu
beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata
bagi mereka kebenaran. Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah
mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu” (QS. Al-baqarah [2]: 109)
Ayat
tersebut diawali dengan kata “banyak” yang berarti bukan semuanya, bukan juga
kebanyakan atau sebagian besar. Sebagai contoh, apabila ada sepuluh lembar
kertas, tiga diantaranya berwarna merah dan sisanya tujuh berwarna putih, maka
yang tiga tersebut dapat dikatakan “banyak”bukan kebanyakan. Maka, akan keliru
kalau tiga dikatakan kebanyakan, karena lebih dari dua saja sudah dapat disebut
“kebanyakan”. [1]
Dari
sinilah dapat dimengerti penegasan ayat al-Quran dalam surah Ali Imran [3]:
113:
“Mereka itu tidak sama; di antara
ahli kitab itu ada golongan yang berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah
pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud (sembahyang).”
Para
Mufasir berbeda pandangan menyangkut ayat ini. Kelompok pertama, menyatakan
bahwa yang dimaksud dengan ummah qa’imah (kelompok yang lurus) dalam
ayat tersebut adalah segolongan dari ahli Kitab yang telah masuk Islam. Di
antara mereka adalah Abdullah bin Salam, Tsa’labah bin Sa’id, Usaid bin Ubaid,
dan lain-lain. Pandangan ini bersumber dari sahabat Ibn Abbas yang kemudian
dikutip oleh para mufasir di antaranya Ibn Jarir Ath-Thabari, Abn Kasir, dan
dari kalangan kontemporer seperti al-Maraghi. Asy-Sya’rawi menguatkan pandangan
ini dengan menyatakan bahwa mereka adalah orang-orang Yahudi yang telah masuk
Islam didasarkan lanjutan ayat yang menyatakan “mereka membaca ayat-ayat Allah
pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka bersujud yaitu shalat,
sementara orang Yahudi tidak mengenal shalat malam.”[2]
Kelompk
kedua memahami bahwa ayat tersebut berbicara tentang kelompok ahli Kitab baik
Yahudi maupun Nasrani yang tidak atau belum memeluk Islam, karena kata sujud
tidak harus dipahami shalat tetapi dapat juga diartikan tunduk dan patuh.
Mereka adalah orang-orang yang jujur, melaksanakan tuntutan agama mereka dengan
benar, mengamalkan nilai-nilai universal yang diakui oleh seluruh manusia.
Mereka tidak menganiaya dan tidak berbohong, tidak mencuri atau berzina, tidak
berjudi atau mabuk-mabukan membantu dan menolong tanpa pamrih. Mereka termasuk
orang yang shaleh dalam kehidupan dunia ini karena memelihara nila-nilai luhur.[3]
Redaksi yang hampir sama dituturkan oleh Sayyid Quthb tanpan member penegasan
apakah mereka sudah memeluk Islam atau belum yang menyatakan bahwa ayat ini
berisi gambaran cemerlang tentang orang-orang beriman di kalangan ahli kitab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar