Tampilkan postingan dengan label amar. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label amar. Tampilkan semua postingan

Rabu, 22 Mei 2013

Contoh Beberapa Kasus Tindakan Nahi Mungkar yang Berlebihan



Kedua penulis menerangkan bahwa bab ini ditulis tidak untuk menghentikan penegakan nahi mungkar. Penulis hanya ingin memastikan agar penegakan nahi mungkar tidak terkesan berlebihan. Bagaimanapun, amar makruf nahi mungkar merupakan kewajiban bersama. (hal 161)

Contoh 1
Menghentikan dua orang, satu laki-laki dan satu perempuan, di tengah jalan, hanya karena menyangka keduanya bukan mahram.
Hal ini tidak diperbolehan karena masuk dalam perbuatan berprasangka buruk yang sudah sudah jelas dilarang. Al-Mawardi dalam Al-Ahkam As-Sulthaniyyah yang disetujui pula oleh Abu Ya’la mengatakan, “Jika seseorang melihat seorang laki-laki tengah berjalan dengan seorang perempuan, sedangkan tidak jelas keduanya mahram atau bukan, maka ia tidak boleh menghentikan apalagi mengganggu keduanya.”

Contoh 2
Menghentikan para seniman yang dalam perjalanan pulang dari pesta-pesta hiburan foya-foya dan menghancurkan alat-alat seni mereka.
Nahi mungkar harus dilakukan atas kemungkaran yang sedang berlangsung. Karena itu, menghancurkan alat-alat seni di tengah jalan tidak boleh dilakukan karena tidak terbukti sedang digunakan untuk kemungkaran. Hukuman atas pelaku kemungkaran, termasuk jika harus merusak alat-alat tertentu, merupakan kewenangan hakim (pemerintah). Itu pun setelah dilakukan penyelidikan mendalam dan sudah mendapatkan vonis yang jelas. Pegiat amar makruf nahi mungkar tidak memiliki kewenangan apa pun dalam hal ini, apalagi sampai memukul para pembawa alat-alat seni tersebut yang mungkin tidak tahu-menahu.

Contoh 3
Seseorang menyangka ada perzinaan di dalam suatu rumah, lalu ia pun memanggil-manggil orang lain untuk menggerebek rumah tersebut dan memukul orang yang ada di dalamnya.
Penggerebekan semacam ini tidak diperbolehkan karena mengandung banyak unsur pelanggaran aturan. Di antaranya (1) memercayai begitu saja seseorang yang sendirian dan tidak dikenal, (2) mencari-cari dan memata-matai kemungkaran, (3) menggerebek kemungkaran yang dilakukan di dalam rumah yang tengah tertutup, serta (4) memukul orang lain yang  merupakan kewenangan pemerintah.

Contoh 4
Memukul orang yang tengah terlihat mabuk di tengah jalan.
Hal ini tidak diperbolehkan karena beberapa hal: (1) orang mabuk itu sedang tidak melakukan kemungkaran; mungkin dia sebelumnya meminum khamar, tetapi toh sudah selesai melakukan kemungkarannya, (2) memukul orang lain. Kalaupun peminum khamar harus dihukum dengan dipukul maka pemukulan itu adalah kewenangan pemerintah, bukan masyarakat umum.

Contoh 5
Membakar toko yang menjual VCD porno.
Hal ini tidak diperbolehkan karena bisa jadi toko tersebut juga menjual VCD lain yang tidak melanggar aturan. Nahi mungkar memang harus dilakukan, tetapi tidak boleh sampai merusak sesuatu yang tidak mungkar. Lagi pula, pelaku pembakaran belum tentu sudah melewati tingkatan-tingkatan yang sudah dijelaskan tadi di atas.

Contoh 6
Adanya beberapa pemuda yang menyiramkan air mendidih ke wajah perempuan yang bersolek karena dianggap berlaku mungkar.
Hal ini merupakan salah satu tindakan yang jauh dari aturan karena pemuda-pemuda tersebut sama sekali tidak memiliki kewenangan menjatuhkan hukuman. Hukuman hanya bisa dijatuhkan oleh pemerintah melalui kehakiman.

Contoh 7
Memaksakan pendapat sendiri atas permasalahan yang masih menjadi bahan perbedaan pendapat di antara para ulama, lalu menghardik atau berteriak atau malah bertengkar dengan orang lain yang pendapatnya berbeda. Bahkan hal itu dilakukan di dalam masjid. Seperti soal melafalkan niat sebelum shalat, membaca doa qunut saat shalat subuh, dan berzikir dengan suara keras usai shalat berjamaah.
Hardikan, teriakan, atau pertengkaran seperti itu justru dapat menimbulkan kemungkaran yang lebih besar daripada kemungkaran yang ada yang ia sangka, di antaranya sebagai berikut.
  1. Permasalahan tersebut merupakan masalah khilafiyah yang sama sekali tidak menjadi domain tindakan amar makruf nahi mungkar.
  2. Tindakan nahi mungkar didasarkan pada pendapat sendiri dan justru menimbulkan kemungkaran lain yang lebih besar menurut pendapat kebanyakan orang.
  3. Menjatuhkan wibawa masjid dan mengganggu kaum muslimin lain yang ada di dalamnya.

Contoh 8
Merusak alat-alat musik dan memukul para tamu undangan dalam pesta pernikahan.
Tindakan itu merupakan kemungkaran yang justru lebih mungkar dari kemungkaran yang sudah ada. Jika hal itu dilakukan maka tidak ada lagi rasa aman dan tenteram dalam masyarakat. Karena itu, tindakan ini bisa dikategorikan melawan pemerintah yang sah.

Contoh 9
Menghancurkan televisi di rumah karena dianggap mendatangkan kemungkaran.
Hal ini melawan aturan dalam beberapa hal, di antaranya sebagai berikut:
  1. Televisi merupakan alat yang netral, mengandung sisi positif dan sisi negatif. Menganggap televisi sebagai pembawa sisi negatif belaka sama sekali tidak dibenarkan karena televisi juga mengandung banyak hal yang bermanfaat.
  2. Menghancurkan televisi di rumah berarti melawan orang tua dan mengganggu anggota keluarga lain yang mungkin membutuhkan televisi. Allah Swt justru memerintahkan untuk berbuat baik kepada kedua orang tua, bukan malah melawan keduanya.

Contoh 10
Beberapa pemuda berkumpul lalu berjalan bersama-sama melakukan sweeping di taman, pasar, atau tempat lain untuk mencari-cari kemungkaran dan menanggulanginya.
Kegiatan seperti ini jauh dari kebenaran, justru melanggar beberapa aturan. Di antaranya bahwa kemungkaran yang harus diberantas adalah kemungkaran yang jelas ada di depan mata, bukan dicari-cari dari karena tersembunyi. Mengumpulkan banyak orang dan mengangkat senjata untuk memberantas kemungkaran juga tidak diperkenankan oleh para ulama karena justru dapat menimbulkan fitnah dan huru-hara.

Kedua penulis menutup buku ini dengan mengatakan bahwa penting bagi pegiat amar makruf nahi mungkar untuk memerhatikan saran-saran yang ada dalam buku ini. Hal itu agar kegiatan amar makruf nahi mungkar terlihat ramah, lembut, dan penuh kasih sayang serta jauh dari kesan kasar, keras, dan garang. Dengan begitu, pegiat amar makruf nahi mungkar dapat memosisikan diri sebagai aggota masyarakat yang mencintai dan dicintai seluruh lapisan masyarakat. Kegiatan amar makruf nahi mungkar harus menjadi kilauan cahaya hidayah, bukan menjadi kilatan pedang pasukan perang. (hal. 127)

Jumat, 19 April 2013

Bentuk Jihad Modern



Jihad sebagai salah satu wujud pengamalan ajaran agama Islam dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk sesuai dengan situasi dan kondisi yang dialami oleh umat Islam. Dalam situasi kaum muslimin mengalami penindasan, jihad dapat dilakukan dalam bentuk peperangan untuk membela diri. Tetapi, dalam situasi damai jihad dapat dilakukan dalam bentuk amal shalih seperti menunaikan ibadah haji, membantu fakir-miskin, berbakti kepada orang tua, rajin belajar dan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar.
                                                 
1.     Perang

Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk tidak pernah gentar  berperang di jalan Allah.  Apabila kaum Muslim di zalimi, fardhu kifayah bagi kaum muslim untuk berjihad dengan harta, jiwa dan raga. Jihad dalam bentuk peperangan diijinkan oleh Allah dengan beberapa syarat: untuk membela Diri, dan melindungi dakwah. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah:

 “Mengapa  kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah, baik laki-laki, wanita, maupun anak-anak yang semuanya berdoa, “Ya Tuhan kami, Keluarkanlah Kami dari negeri ini yang dzalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi-mu.” (Qs. An-Nisa[4]: 75)


“Diijinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka dizalimi. Dan sungguh, Allah Mahakuasa menolong mereka itu.” (Qs.al-Hajj[22]:39).

                Dalam Berperang, kaum muslimin tidak boleh melampaui batas, membunuh perempuan,anak-anak dan orang-orang tua renta yang tidak ikut berperang. Islam juga melarang merusak akses dan fasilitas publik seperti persediaan makanan, minuman dan pemukiman. Perang juga tidak boleh dilakukan apabila negosiasi dan proses perjanjian damai masih mungkin dilakukan. Peperangan harus segera dihentikan apabila musuh sudah menyerah, melakukan gencatan senjata atau menekan perjanjian damai. Dalam ungkapan Al-Quran, peperangan dilakukan untuk menghilangkan fitnah (kemusyrikan dan kezaliman), dan karena itu, apabila telah tidak ada lagi fitnah, tidak ada alasan untuk melakukan peperangan. Hal ini dijelaskan di dalam Al-Quran Surat al-Baqarah, ayat 193:

 “Perangilah mereka sampai batas berakhirnya fitnah, dan agama itu hanya bagi Allah semata. Jika mereka telah berhenti, maka tidak ada lagi permusuhan, kecuali terhadap orang-orang zalim.” (QS. Al-Baqarah: 193)

Demikian ajaran Islam mengenai perang. Singkatnya, perang diijinkan dalam situasi dan kondisi yang sangat terpaksa. Apabila perang terpaksa dilakukan, peperangan tersebut harus dilakukan untuk tujuan damai, bukan untuk permusuhan dan membuat kerusakan di muka bumi.


2.    Haji Mabrur

Haji yang mabrur merupakan ibadah yang setara dengan jihad. Bahkan, bagi perempuan, haji yang mabrur merupakan jihad yang utama. Hal ini ditegaskan dalam beberapa Hadis, diantaranya :

Aisyah ra berkata : Aku menyatakan kepada Rasulullah SAW : tidakkah kamu keluar berjihad bersamamu, aku tidak melihat ada amalan yang lebih baik dari pada jihad, Rasulullah SAW menyatakan : tidak ada, tetapi untukmu jihad yang lebih baik dan lebih indah adalah melaksanakan haji menuju haji yang mabrur.


Pada riwayat al- Bukhari lainnya, Rasulullah SAW juga bersabda :

“Aisyah menyatakan bahwa Rasulullah SAW ditanya oleh isteri-isterinya tentang jihad beliau menjawab sebaik-baiknya jihad adalah haji.”


3.    Menyampaikan kebenaran kepada penguasa yang dzalim

Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia umat Islam berjihad melawan penjajahan Portugis, Inggris, Belanda, dan Jepang yang menimbulkan penderitaan kesengsaraan rakyat yang mayoritas beragama Islam. Sebagian melakukan perlawanan dengan cara perang gerilya, sebagian lainnya menempuh cara-cara damai melalui organisasi yang memajukan pendidikan dan mengembangkan kebudayaan yang membawa pesan anti penjajahan. Perintah jihad melawan penguasa yang zalim disebutkan, antara lain, dalam  hadist riwayat at- Tirmizi:

Abu Said al Khurdi menyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda : Sesungguhnya diantara jihad yang paling besar adalah menyampaikan kebenaran kepada penguasa yang zalim.

                Kata  A’ dzam pada hadist di atas, menunjukan bahwa upaya menyampaikan kebenaran kepada penguasa yang zalim sangat besar. Sebab, hal itu sangat mungkin mengandung resiko yang cukup besar pula.


4.    Berbakti  kepada orang tua

Jihad yang lainnya adalah berbakti kepada orang tua. Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk menghormati dan berbakti kepada orang tua, tidak hanya ketika mereka masih hidup tetapi juga sampai kedua orang tua wafat. Seorang anak tetap harus menghormati orangtuanya, meskipun seorang anak tidak wajib taat terhadap orangtua yang memaksanya untuk berbuat musyrik (Qs.Luqman,[31]:14)

Jihad dalam  berbakti kepada orang tua juga dijelaskan dalam Hadis.


Seseorang datang kepada Nabi SAW untuk meminta izin ikut berjihad bersamanya Kemudian Nabi SAW bertanya: apakah kedua orang tuamu masih hidup? Ia menjawab: masih, Nabi SAW bersabda: terhadap keduanya maka berjihadlah kamu.

Berjihad untuk orang tua, berarti melaksanakan petunjuk, arahan, bimbingan, dan kemauan orang tua. Kata fajahid dalam hadis tersebut, berarti memperlakukan orangtua dengan cara yang baik, yaitu dengan mengupayakan kesenangan orangtua, menghargai jasa-jasanya, menyembunyikan melemah dengan kekurangannya serta berperilaku dengan tutur kata  dan perbuatan yang mulia. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Isra[17] ayat 23:

 “ Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyerah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau keduanya sampai berumur lanjut, dalam peliharaanmu maka sekali-kali janganlah mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak  mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”.

5.    Menuntut  Ilmu dan Mengembangkan Pendidikan

Bentuk Jihad yang lainnya adalah menuntut ilmu, memajukan pendidikan masyarakat. Di dalam sebuah Hadis diriwayatkan Imam Ibnu Madjah disebutkan :

Orang yang datang ke masjidku ini tidak lain kecuali karena kebaikan yang dipelajarinya atau diajarkannya, maka ia sama dengan orang yang berjihad di jalan Allah. Barang siapa yang datang bukan karena itu, maka sama dengan orang yang melihat kesenangan orang lain. (riwayat Ibnu Majah)


Orang yang datang ke mesjid Nabi untuk mempelajari dan mengajarkan ilmu sebagaimana disebutkan pada hadis di atas, diposisikan seperti orang berjihad di jalan Allah. Dengan semangat belajar, umat Islam bisa memajukan pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi demi kesejahteraan umat. Salah satu sebab kemunduran umat Islam adalah karena kelemahannya dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.


6.    Membantu Fakir-Miskin.

Jihad yang tidak kalah pentingnya adalah membantu orang miskin, peduli kepada sesama, menyantuni kaum duafa. Bantuan pemberdayaan dapat diberikan dalam bentuk perhatian dan perlindungan atau bantuan material.
Hadis yang diriwayatkan Bukhori berikut ini menjelaskan:

 Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang menolong dan memberikan perlindungan kepada janda dan orang miskin sama seperti orang yang melakukan jihad di jalan Allah.” (HR. Bukhori)

Memberikan bantuan financial dan perlindungan kepada orang miskin dan janda, merupakan amalan yang sama nilainya dengan jihad di jalan Allah.

Sebab, jihad dan perhatian atau kepedulian kepada orang yang membutuhkan bantuan, keduanya sama-sama membutuhkan pengorbanan. Dengan membantu dan memperhatikan orang-orang lemah, kita dituntut untuk mengorbankan waktu, tenaga, dan harta untuk kepentingan orang lain. Dan inipun, sangat sesuai dengan pengertian jihad yang sesungguhnya.                           
Pemahaman jihad yang baik dan berimplikasi positif terhadap umat Islam. Hasilnya setiap muslim memiliki sense of crisis, suka menolong terhadap orang lain, tidak mengorbankan permusuhan, menjauhi kekerasan, serta mengedepankan perdamain. Jihad, juga dapat meningkatkan etos kerja umat Islam, yaitu semangat dan kesungguhan melakukan tugas dan tanggung jawab dalam berbagai bidang kehidupan. Jihad dapat mengalahkan kemalasan dan ketakutan. Dengan semangat jihad, dapat mengggunakan semua potensi maksimal yang dimilikinya untuk mengaktualisasikan diri dan meningkatkan sumber dayanya, sehingga dapat berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Di tengah, banyaknya bencana dan musibah yang merenggut ribuan nyawa, jihad dalam bentuk kepedulian dan kepekaan kepada sesama, sangat diperlukan.